Oleh: Fahmi Husein
Tanggal 2 Mei merupakan
hari yang sangat bersejarah bagi dunia pendidikan indonesia, pada hari inilah
ditengarai sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) Republik Indonesia, banyak
institusi pendidikan merayakan hari ini dengan bermacam acara formal demi
menghormati pencetusnya, namun mirisnya, apakah dunia pendidikan di Indonesia sudah
sesuai dengan yang diharapkan. Inilah yang menjadi sorotan besar bagi para
penerus bangsa ini.
Dapat
kita lihat bersama, bahwa dalam perguruan tinggi sebagai institusi pendididkan
tertinggi di negara ini masih banyak ditemukan adanya suatu iklim pendidikan
yang jauh dari kata layak sebagai dunia perguruan tinggi, adanya sikap
kediktatoran tenaga pengajar kepada mahasiswanya, mengurangnya budaya berkumpul
berdiskusi bersama dan formalisasi terhadap tata cara berbusana pada setiap
mahasiswanya menjadikan kampus seakan menjadi ladang yang paling produktif bagi
para penguasa birokrat untuk melakukan pembodohan massal. Siklus seperti ini
sebenarnya sudah lama terjadi namun sampai saat ini masih saja berjalan dan
kian hari kian jauh dari kata solusi. Kampus yang seharusnya menjadi medan
pertarungan intelektual mahasiswa malah menuntut mahasiswa untuk tunduk kepada birokrasi bagaikan keledai yang harus tunduk pada majikannya. Kurangnya minat baca dan minimnya budaya literasi menjadi salah
satu faktor terjadinya hal ini secara berulang-ulang, diperparah dengan makin
banyaknya mahasiswa yang enggan bersuara karena ketidakberanian mereka untuk
memperjuangkan hak-hak mereka.
Jika
perjalanan pendidikan indonesia khususnya di institusi tertinggi saja masih
seperti ini, maka dapat diprediksi bagaimana wajah bangsa Indonesia untuk
kedepannya. Pendidikan akan menjadi lambang formalisasi saja, yang hanya akan
dinyatakan melalui selembar kertas tanpa adanya isi dalam tiap individunya,
yang kemudian menjadi konsekuensi logis bahwa
orang yang berpendidikan tinggi bukan berarti mereka yang mempunyai nalar serta budi yang tinggi.
Hal ini dapat kita
tawar bersama dengan beberapa langkah kongkret melalaui indikator - indikator dalam meningkatkan nalar dan kesadran
mahasiswa. dengan melakukan penekanan terhadap
peningkatan budaya literasi mahasiswa sebagai syarat mendasar menjadi mahasiswa
yang utuh, pembangunan kredibilitas individu yang berkualitas melalaui
aksi-aksi nyata sebagai masyarakat cendikiawan, serta mendorong mahasiswa untuk
tetap bersinergi dengan dunia pesantren sebagai sarana pembelajaran agama yang
komprehensif.