Semburat fajar shadiq menampakkan diri, malam yang pekat akan berganti pagi yang cerah. Adzan subuh terdengar dan membelai lembut telinga Jagad. Ia bergegas mengakhiri mimpi indahnya dan membuka mata sembari berdoa dan bersyukur atas nikmat hidup yang diperolehnya. Kemudian Jagad bangun dari tempat tidurnya dan mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat subuh. Usai melaksanakan Sholat subuh ia membuka al-Quran dan membacanya dengan irama yang merdu. Aktivitas seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan Jagad diperantauan. Ya, saat ini ia memang sedang mengadu nasib sendiri di kota orang. Ia sedang menuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Negeri daerah Yogyakarta.
Setelah membaca ayat suci al-Quran, Jagad tidak kembali tidur melainkan ia akan mengerjakan tugas atau sekedar membaca buku. Jagad memang anak yang rajin berkat didikan dari kedua orang tuanya. Orang tuanya adalah sosok yang disiplin dan perhatian. Meski Jagad anak pertama dari lima bersaudara, namun ia tidak pernah kekurangan perhatian dati orang tuanya. Kringg.. Kriing... Kringg.. Telepon genggam Jagad bersuara. Dilihat ternyata ibunya menelepon.
"Hallo Assalamualaikum nak, kamu sudah bangun?" tanya ibu Jagad.
"Waalaikumsalam bu, iya Jagad sudah bangun. Ini Jagad lagi baca buku." Jawabnya dengan penuh kepingan syahdu.
"Baiklah kalau sudah bangun, ini ibu bapak dan adik-adikmu juga sudah bangun, mereka sekarang lagi berada di teras rumah menikmati sejuknya udara pagi" Cerita ibu Jagad penuh dengan semangat.
"Wah asyik ya bu, besok kalau Jagad pulang bakal jadi tambah asyik heheh" ujar Jagad dengan tawa yang menggelitik.
"Yasudah nak ya, ibu mau gabung bersama mereka. Kamu harus semangat mencari ilmu. Jangan lupa tuk ibadah pada Allah. Assalamualaikum" ucap ibu
" Waalaikumsalam bu" Jawab Jagad.
______________________________________
Jagad sampai di kampus, segera ia menyusuri Labirin Fakultasnya untuk menemukan kelas yang digunakan mata kuliah pagi itu. Ternyata di dalam kelas telah banyak teman yang duduk di bangku belakang sembari cengengesan. Jagad pun duduk menghampiri bangku pertama. Tak lama kemudian datang Guntur sahabatnya yang akhirnya menemani Jagad yang kesendirian. Keduanya saling bertegur sapa dan memulai perbincangan dengan diskusi tentang negara ini yang semakin hari semakin menyudutkan rakyat kecil.
Dosen pun datang dengan wajah berseri karena melihat para mahasiswanya telah banyak yang datang. Ya memang dosen tersebut tidak suka jika ada mahasiswanya yang telat. Kalau ada yang telat maka konsekuensinya tidak boleh mengikuti kelas. Sebab mahasiswa yang telat akan mengganggu dan menghamburkan konsentrasi. Perkuliahan dijalankan dengan penuh antusias dan serius dari mahasiswa. Interaksi antara dosen dan mahasiswa sangat lancar.
Waktu terus berjalan tak peduli kondisi sekitar. Perkuliahan telah usai, semua ilmu sudah ditransfer oleh dosen kepada mahasiswa. Dosenpun keluar dari ruang kelas yang kemudian diikuti oleh para mahasiswa tak terkecuali Jagad dan Guntur. Mereka berjalan dengan santai menuju lautan ilmu yaitu Perpustakaan Utama Kampus. Sembari berjalan menuju kampus mereka berdua saling berbincang dengan asyik. Guntur mengawali pembicaraan "Gad minggu ini aku mau pulang kampung. Kamu ikut pulang nggak?". Jagad menjawab "Kayae nggak deh, aku pulang minggu depan aja kan besok aku presentasi". "Yaudah deh" timbal Guntur. Mereka berdua telah sampai perpustakaan begegas keduanya menitipkan barang. Setelah menitipkan barang mereka langsung menuju ruang referensi di perpustakaan.
______________________________
Malam yang pekat selalu identik dengan ketenangan. Bintang dan bulan selalu ramah menjaga malam. Jagad saat itu sedang duduk diatas balkon kosan sembari mengerjakan tugas. Terdengar suara telepon genggam Jagad berbunyi. Ia bergegas melihat dan ternyata ada satu pesan dari bapaknya yang menyuruhnya untuk pulang. Jagad akan dijemput oleh pakdenya untuk pulang kampung halaman. Entah ada apa gerangan tidak ada penjelasan lebih detail lagi dari pesan tersebut. Hati Jagad semakin kalut tak karuan, pikirannya kosong tidak ada isi, tak henti qalbunya berdoa agar sesuatu yang buruk tidak mendekapnya.
Tak selang beberapa telpon terdengar dari bawah ada ibu kos memanggilnya. Segera Jagad turun memenuhi panggilan ibu kos, dan ternyata disitu telah ada pakdenya yang akan menjemputnya. "Jagad ayo ikut pakde pulang, kamu perlu bawa barang apa ambil saja tapi jangan lama-lama." ucap pakde Jagad. Jagad pun mengangguk dan kembali menuju balkon mengemasi barang-barang.
Pakde dan Jagad sudah ditengah perjalanan pulang ke rumah. Sudah berkali-kali Jagad bertanya tentang alasan mengapa ia disuruh pulang tidak dijawab. Sang pakde hanya diam tak memberi jawaban, namun isyarat matanya menunjukkan kesedihan. Setiap kali ditanya oleh Jagad matanya berkaca-kaca. Jagad menenangkan pikirannya ia tidak ingin berfikir yang negatif. Sayang ketika ia sudah sampai di gang rumahnya tampak dirumahnya ramai orang dan bendera kuning berkibar. Seketika ia tidak bisa mengontrol pikirannya. Ia menjerit dalam hati "ya Tuhan ada apa ini."
Nampak bapak Jagad dengan mata yang sembab menghampiri Jagad dan memeluknya. Berusaha tegar bapaknya berbisik "nak yang sabar ya ibumu sudah dipanggil oleh Tuhan, Tuhan sungguh amat mencintai ibumu, Tuhan tak ingin ibumu merasakan sakit". Jagad sudah tidak mampu mengucapkan sepatah kata mulutnya sudah kaku dan terkunci. Air matanya terus menetes dengan deras tanpa henti. Jagad sangat bersedih ia tidak memiliki firasat jika ibunya akan pergi meninggalkannya selamanya. Berusaha kuat dan tegar bapaknya menuntunnya masuk ke dalam rumah untuk melihat jasad ibunya terakhir kali.
Jaga tetap kuat ia mengikuti proses pemakaman ibunya, meski berat harus melihat ibunya ditimbun tanah. Doanya selalu menggema bersama tangis penuh pinta. Ibunya telah pergi tanpa meninggalkan sepucuk surat, tanpa isyarat. Jagad harus kuat demi bapak dan adik-adiknya. Ditinggal ibu selamanya adalah hal yang berat. Kepergian tanpa pamit menyisakan duka yang pahit. Meski pahit kenyataan harus ia rasakan, ia harus menebar senyum manis dan kebaikan. Jagad sosok kuat demi malaikat tak bersayapnya bahagia di surga.
Oleh: Melda D. P (Prodi Sejarah Peradaban Islam)