Oleh : Miftahul Jannah
2 bulan libur, kegiatan pesantren aktif kembali. Semua santri kembali sebab takut denda tinggi. Lagi-lagi Akbar di pertemukan satu kamar dengan Dahan "sabar bar, sabar, rencana Allah jauh lebih baik. Percayalah".ucap Akbar dalam hati setelah membaca daftar anggota kamar baru di lantai 3 gedung 2. Petang dan terang Akbar lewati dengan takwa, istighfar selalu membasahi bibir kecilnya, walau hukuman setiap minggu jatuh pada kamarnya. Dan sebagai ketua kamar ia harus tegas dan sabar menasihati beberapa jiwa mati. "semakin hari Akbar semakin ngelunjak, mentang di tunjuk Ustad sebagai ketua kamar".ujar salah satu dari jiwa mati. "sepertinya Akbar harus kita kerjain".sambung Dahan, tersenyum. "setuju setuju".kesepakatan para kelompok jiwa mati. Mereka membututi Akbar, pukul 22:30 seperti biasa Akbar menuju kamar mandi berwudlu'. Dari luar pintu kamar mandi itu mereka kunci. "yee... Kita berhasil, kita bebas malam ini by by pak ketua kamar".ucap Dahan, bahagia tak terkira. Malam itu menjadi ujung akhir jalan Akbar, dingin menusuk tulang membuat trombosis lamanya hinggap membawanya pada-Nya "ya Allah jika ini akhirku ampuni mereka, terangi hati mereka, ampuni dosa mereka, Asyhadu Allailaha illallah, waanna muhammdar rasulullah...."nafas akhir menyesakkan dadanya dan mencabut nyawanya, pukul 03:15. Terang menyilaukan mata, cahaya jendela itu membangunkan Dahan dan teman-temannya yang tak melaksanakan kewajiban, "he pak ketua kamar gimana?"ujar salah satu mereka. "tenanglah dia pasti menikmati malam tanpa kita ha..ha..ha".jawab Dahan tertawa. "buka han pintu kamar mandi itu kasihan Akbar".ucap lagi salah satu mereka, Dahan beranjak ke kamar mandi membuka pintu, matanya melotot melihat Akbar terbaring kaku "bar, bangun bar.."Dahan berteriak membangunkan tubuh yang 4 jam lalu ruhnya pergi, ia mengangkat tubuh itu ke kamar, berlari terengah-engah sesekali tersandung tangga, wajahnya pucat melihat sosok yang sudah kaku dengan cahaya bahagia diwajah."han Akbar kenapa?" pertanyaan itu menyapa tanpa jawaban hingga sampai kamar air mata Dahan mengalir tanpa henti, Mereka kaget melihatnya dan mulai mengelilingi tubuh Akbar. Para santri berdatangan ke depan kamar itu, mengintip kejadian aneh Dahan berlari mengangkat tubuh Akbar. Sehingga Ustad Riski datang menengok yang terdengarnya keramaian lantai atas. "ada apa ini?" tanya Ustad Riski pada Dahan dan teman-temannya, mereka berbalik pandangan ke arah Akbar sebagai jawaban Akbar tak sadarkan diri, Ustad Riski memeriksa nadi Akbar "innalillahi wainna ialaihi raji'un".ucap Ustad Riski, meneteskan air mata. Dahan histeris "bar gak mungkin kan kamu meninggal? bangun bar.." teriak Dahan. "mohon ya teman-teman semua, maafkan kesalahan saudara Akbar, semuga amal ibadahnya diterima Allah, Alfatihah, Akbar itu dari awal mondok menderita kekurangan trombosis, jadi dia tidak bisa kedinginan jangka lama". Ustad Riski menjelaskan perihal Akbar. Suasana kalut itu menduka, suara tangis terdengar dari kesedihan para sahabat Akbar, mengingat Akbar seseorang yang istimewa dalam hidup mereka. Surut kian mulai usai setelah jenazah Akbar kembali ke liang lahad di Sunda. Namun rasa bersalah mengusik pikiran dan mengguncang jiwa Dahan, semua kejadian lampau ia ingat, sangatlah buruk tingkahnya pada Akbar, perihal Akbar bukan hanya membuatnya autis sesaat, namun kejiwaannya terganggu ketika polisi membawa borgol. Dahan harus dirawat secara intensif sebab psikologisnya terganggu. Pemilik Dahan tak mampu menahan isak tangis ketika melihat dari luar kaca anaknya mengamuk dan harus di suntik penenang, "ya Allah, 3 bulan lalu aku ingat jelas tentang do'a ku. Jika ini yang terbaik dan akan mengurangi beban dosa anakku hamba ikhlas ya Allah, sebab aku sadar jalan-Mu lah yang terbaik. Tolonglah dia ya Allah, tolong Kau kembalikan dia di jalan-Mu dengan cara-Mu". ucap pemilik Dahan sembari mengangkat tangan dengan cucuran air mata, bersandarkan tembok putih RS Jiwa Solo.
Angin menghembus dingin, terlihat langit yang berduka dengan gemuruhnya suara petir. Sesekali terasa air gerimis membasahi wajah Dahan yang tengah banjir air mata, duduk bersimpuh, dipeluknya erat nisan dihadapannya, tidak disangkanya pemiliknya tak lagi bisa di rabanya. 5 tahun berlalu, waktu sebagai proses kasih sayang Tuhan pada Dahan walau waktu tak bisa kembali namun tak ada kata terlambat menuju jalan Tuhan. "walau dalam lampau aku seorang teramat buruk, teramat jauh dari Tuhanku. Bismillah.. Ampunan-Nya selalu terbuka teruntukku. Semoga ibu bahagia melihatku dalam perbaikan, maafkan aku bu, aku baru saja menyadari bodohnya diriku di masa lampau". Ucap Dahan dengan suara serak sebab tangis menguras suaranya. Kini Ideologi Dahan selesai perbaikan.