Baru-baru ini, tagar #BlackLivesMatter kerap menjadi tren topik pembicaraan hampir di seluruh dunia baik melalui media sosial maupun kampanye yang dilakukan orang-orang. Tagar ini bertujuan untuk menyuarakan tentang keadilan dan penolakan pada segala macam bentuk diskriminasi terhadap kaum/ras kulit hitam. Bukan hanya itu saja, tagar ini juga mengisyaratkan bahwa setiap manusia pada hakikatnya memiliki derajat yang sama tanpa harus membedakan ras maupun etnis untuk mendapatkan freedom atau kebebasan.
Seiring viralnya tagar #BlackLives, pada rabu (12/8) pukul 11.00 WIB, Mahasiswa Sastra Inggris mengangkat tema "Justice for Freedom" sebagai topik pembahasan dalam acara Literature Day yang digelar tahunan oleh EDSA (English Department Student Asociation). Dalam kegiatan ini, peserta diajak untuk mempelajari cabang karya sastra berupa novel dan film, baik cara menulis karya sastra yang baik maupun memahami isi karya sastra melalui sudut pandang yang berbeda.
Acara tersebut disambut antusias oleh setidaknya sembilan puluh peserta yang di dominasi oleh mahasiswa sastra inggris. Terdapat juga mahasiswa yang berasal dari fakultas lain dan beberapa dosen dari prodi Sastra Inggris yang turut hadir. Acara diselenggarakan melalui sistem Daring (Dalam Jaringan), di mana para peserta yang terdaftar dapat mengakses melalui aplikasi Google Meet. Namun karena keterbatasan, peserta lain yang tidak dapat bergabung dalam forum Google Meet dapat mengakses via live streaming di akun Youtube HIMAPRO SASTRA INGRRIS UINSA.
EDSA mengangkat buku '12 Years Slave' karya Solomon Northup (1853) sebagai buku yang dibahas dalam acara Literature Day. Buku ini bercerita tentang pengalaman hidup penulis sebagai seorang negro merdeka yang diculik selama 12 tahun di Washington DC pada tahun 1851 untuk dijadikan budak di Louisiana. Selain itu novel ini juga membahas mengenai tindak diskriminasi yang terjadi terhadap kaum ras kulit hitam dan difilmkan pada tahun 2013 dengan judul yang sama.
Acara tersebut berlangsung selama dua sesi, dengan satu pemateri disetiap sesinya . Sesi pertama membahas mengenai isi yang ada di dalam novel yang dipresentasikan oleh Ramadhina Ulfa Nuristama, M.A. sedangkan sesi kedua diisi oleh dosen pemateri, Sufi Ikrimah Sa’adah, M.Hum yang mengarah pada pembahasan film. Amelia Rahmawati, salah satu peserta mengungkapkan,"Yang paling menarik adalah pembahasan tentang filmnya, karena terdapat relasi dengan isu rasisme yang tengah beredar akhir-akhir ini baik secara personal maupun intrapersonal. Tapi sayangnya dilaksanakan secara daring dan semoga kedepannya dapat dilaksanakan secara on the spot."
Acara yang dilakukan daring tersebut berlangsung dengan baik. "Secara keseluruhan, saya sudah puas karena semua panitia bekerja sama dengan maksimal, meskipun tetap saja ada beberapa hal yg tidak terduga terjadi. Untuk ke depannya kami akan lebih teliti dalam penyelenggaraan acara dan mengurangi miss communication." Ujar Ikke Dwi Jayanti selaku ketua pelaksana. (istn)