IDENTITAS BUKU
Judul : Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Editor : Astuti Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun terbit : 2018 (cetakan ke-13)
Tebal, halaman : 13 x 20 cm, 148 hlm
PENDAHULUAN
Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu penulis yang menceritakan sejarah Indonesia. Laki-laki kelahiran 6 Februari 1925 di Blora dan meninggal di Jakarta pada tanggal 30 April 2006 saat beliau berusia 81 tahun. Pram menghasilkan lebih dari lima puluh karya, baik fiksi maupun nonfiksi. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa asing. Hasil karya tersebut menceritakan sejarah Indonesia bagi khalayak yang ingin mempelajari apa yang terjadi pada kehidupan Pram di masa penjajahan. Salah satu karya sastra ialah Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels merupakan buku karya Pramoedya Ananta Toer yang terbit pertama kali pada tahun 2005. Dalam buku tersebut, Pram bercerita tentang terjadinya genosida/pembunuhan masal, baik secara langsung atau tidak langsung. Ditulis dari sudut pandnag penulis dan memasukkan unsur subjektivitas peristiwa kelam masyarakat Pribumi dalam menghadapi pemerintahan Daendels untuk membangun jalan raya Anyer sampai Panarukan. Selain kisah tersebut, diceritakan juga genosida lainnya yang terjadi di Indonesia. Peristiwa genosida lainnya di Indonesia, di antaranya : genosida oleh Belanda pada tanam paksa, genosida yang dilakukan oleh Jepang, dan genosida yang dilakukan oleh penguasa Pribumi terhadap negaranya sendiri.
PEMBAHASAN
Buku yang mengisahkan tentang genosida dan memakan banyak korban, tidak heran pada saat itu mayatnya digantung di pohon sepanjang jalan pembangunan tersebut. Ini membuktikan bahwa pada masa penjajahan, Belanda, orang pribumi harus melakukan kerja paksa tanpa adanya upah bagi pekerja.
Menurut KBBI, genosida merupakan pembunuhan besar-besaran secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras. Genosida dapat digolongkan menjadi dua, yaitu genosida secara langsung dan tidak langsung. Genosida langsung berarti pembunuhan besar-besaran dengan alat bersenjata. Sedangkan, genosida tidak langsung berarti pembunuhan besar-besaran tanpa adanya senjata melainkan tindakan yang mengakibatkan banyak memakan korban tewas. Pada buku Jalan Raya Pos, Jala Daendels dijelaskan bahwa peristiwa genosida terhadap orang pribumi yang pernah dilakukan oleh bangsa Belanda, bangsa Jepang, dan bangsa Indonesia pada saat era Orde Baru.
• Genosida oleh Belanda
Menurut Pram dalam bukunya Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, terjadi peristiwa genosida yang dilakukan oleh Belanda secara berulang-ulang. Pram mengungkap bahwa terjadinya genosida pada peristiwa pembangunan Jalan Raya Pos atau disebut jalan Daendels, pelaksanaan Sistem Cultuur Stelsel (Tanam Paksa), pembantaian Bandaneira oleh Jan Pieterszoon Coen, dan pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Maluku.
Pertama, pembangunan Jalan Raya Pos antara Anyer sampai Panarukan. Pembangunan Jalan Raya Pos yang dipimpin oleh Maarschalk en Governeur Generaal, Mr. Herman Willem Daendels. Genosida secara tidak langsung mengakibatkan orang Indonesia dipaksa bekerja keras namun tidak diberi makan secara layak. Jumlah korban tewas mencapai 12.000 orang yang mana orang Indonesia terjangkit malaria, kelaparan, dan kelelahan. Peristiwa ini tidak hanya pada jalan Anyer sampai Panarukan, melainkan tersebar di daerah Jawa. Pram mengungkapkan daerah Banten, Megamendung, Cirebon, Demak, Kudus, Muria, Sumedang, Pekalongan.
Kedua, peristiwa Sistem Culturr Stelsel (Tanam Paksa) dilakukan oleh Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch. Peristiwa genosida terhadap orang Indonesia ini dilakukan secara tidak langsung. Tanam paksa diberlakukan di daerah Jawa Tengah. Kejadian itu banyak menewaskan orang di daerah Grobogan dan Demak. Hasil data mencatat banyaknya korban tewas mencapai 216.000 orang.
Ketiga, pembantaian besar-besaran di Bandaneira dilakukan oleh Gubernur Jenderal Jan Pietersz Coen. Pram menyebutkan bahwa genosida pertama kali dilakukan di bulan pertama pada tahun 1621 di Bandaneira. Seluruh penduduk binasa dan banyak melarikan diri ke pulau-pulau lain. Tidak dijelaskan juga korban tewas yang diakibatkan genosida di Bandaneira. Tidak pernah tercatat di data-data sejarah lainnya.
Keempat, pembantaian besar-besaran di Maluku dilakukan oleh Kapten Weserling. Genosida yang dilakukan secara langsung, sebab dibantai secara kejam menggunakan senjata. Korban yang tewas diperkirakan mencapai 40.000 orang. Dari pihak Belanda kemudian melakukan penyelidikan dan korban tewas mencapai 50.000 orang. Tidak tahu pastinya angka korban yang jelas.
• Genosida oleh Jepang
Jepang pernah melakukan genosida terhadap orang Indonesia. Genosida yang dilakukan secara langsung dengan menggunakan kekuatan senjata bangsa Jepang. Dilakukan di Kalimantan Barat dan banyak korban tewas yang mengenaskan. Di buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels menjelaskan tidak adanya penyelidikan yang dilakukan secara berlanjut. Data sesungguhnya seakan disembunyikan oleh bangsa Jepang dan Indonesia sendiri.
• Genosida oleh bangsa Indonesia
Pram menguraikan di dalam bukunya, terjadi genosida yang dilakukan bangsa Indonesia terhadap negaranya sendiri sebagai tragedi kemanusiaan yang sangat besar. Peristiwa tersebut terjadi pada masa awal pemerintahan Orde Baru, sekitar akhir tahun 1965-1966. Genosida tersebut dilakukan untuk menumpas Gerakan 30 S/PKI. Disebutkan juga dalam buku tersebut, selain sebagai mendirikan Orde Baru, pihak Barat menganggap berita tersebut adalah “berita baik”. Sebab bisa menciptakan pasar modal raksasa Internasional untuk membangun neo-kolonialisme di Indonesia. Korban genosida langsung mencapai 1,5 juta orang.
Selain mengungkap sisi kelam di balik pembangunan Jalan Raya Pos, Pram juga senantiasa menyelipkan penggalan kenangan masa mudanya pada kota-kota di sepanjang Jalan Raya Pos yang pernah ia singgahi. Kenangan tersebut meliputi kenangan pahit, mengesankan, dan lucu yang pernah dialaminya. Sebut saja pengalaman lucu ketika Pram (muda) sedang bertugas sebagai tentara di daerah Cirebon. Dalam kegelapan malam secara tak disengaja ia pernah buang hajat di sebuah tungku dapur yang disangkanya kakus, padahal tungku itu masih berisi sisa singkong rebus untuk rangsum para laskar rakyat. Buku ini diutup dengan bab “Dan Siapa Daendels” ditulis oleh Koesalah Soebagyo Toer. Dalam bab ini diuraikan biografi singkat Daendels.
PENUTUP
Buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels lebih mengarah ke sejarah dalam bentuk kesaksian-kesaksian yang belum pernah terungkap sama sekali. Buku ini bisa menjadi pedoman dalam pembelajaran sejarah yang mana ingin mengetahui secara rinci apa yang telah terjadi pada masa pemerintahan Belanda.
Kelebihan terdapat pada bagian daftar pustaka yang menyajikan sumber-sumber pustaka yang digunakan Pram untuk menyusun buku ini. Mencakup buku-buku yang terbit pada pertengahan abad ke-19 hingga akhir abad ke-20. Tak heran jika membaca karya ini pembaca akan mendapatkan hal-hal yang detail mengenai sejarah kota yang dilalui oleh Jalan Raya Pos.
Kelemahan dari buku ini adalah buku ini tidak memuat peta yang secara jelas menggambarkan rute-rute Jalan Raya Pos. Buku ini hanya menyajikan reproduksi dari peta kuno yang diambil dari Rijks Museum Amsterdam. Peta yang tak menggambarkan Pulau Jawa secara utuh dan huruf yang tak terlihat pada peta tersebut tentu saja menyulitkan pembaca untuk memperoleh gambaran akan sebuah jalan yang dibuat Daendels sepanjang Anyer hingga Panarukan ini.