Oleh: Risalah
Bandung malam ini sedang bahagia, bintang-bintang terlihat sedang bercengkrama dengan bulan sedangkan langit berusaha menjadi pendengar yang baik untuk keduanya. Dan, dua manusia itu tetap menjadi penonton setianya.
"Apa salah satu alasanmu suka Bandung, Ly?" tanya Bayu tanpa melihat Lyly.
"Aku bahkan sampai kenyang karena mendengar pertanyaanmu yang tak pernah berubah setiap kita sedang menikmati Bandung di malam hari," jawab Lyly kesal dengan Bayu.
Sepertinya di otak Bayu hanya pertanyaan itu saja yang ia simpan untuk Lyly, seakan Bayu sudah tidak memiliki stok pertanyaan lagi untuk Lyly selain itu
"Karena Bandung langitnya selalu kelihatan bahagia." Meskipun begitu Lyly tetap menjawab pertanyaan Bayu.
Setelah mendengar jawaban Lyly, perasaan cemas menyerang Bayu. Hal yang selama ini ia khawatirkan terjadi.
"Sudah punya jawaban yang berbeda ya, padahal saat ku tanya alasanmu selalu sama, suka Bandung karena memang ini rumahmu tapi sekarang jawabannya berbeda, berarti aku juga harus mengajukkan pertanyaan yang berbeda karena aku tahu kamu sudah benar-benar bosan ternyata."
"Aku sudah bosan sejak kedua kalinya kamu menanyakan itu, tapi kamu saja yang tidak peka," jawab Lyly ketus.
"Ly sama halnya ketika kamu punya pasangan dan tiba-tiba ada yang mengajukan pertanyaan siapa orang yang kamu cintai pasti jawabannya dia. Berapa kali pun pertanyaan itu terlontar kalau kamu mencintainya maka jawabannya akan tetap dia. Namun, saat kamu sudah bosan dan sudah tidak mencintainya lagi maka pertanyaan yang sama itu akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari mu." Jelas Bayu.
kini fokusnya beralih ke Bayu sepenuhnya setelah sebelumnya ia hanya fokus melihat langit yang cerah itu. Ia berusaha memahami semua yang Bayu katakan. "Singkatnya bagaimana Bayu? Aku tidak cukup memahami kalimatmu."
"Setelah kepergian orang tuamu aku selalu takut Ly, aku takut kamu mulai bosan dengan Bandung lalu pergi dan aku akan kehilanganmu, aku takut Ly." Terlihat jelas dari raut wajahnya, Bayu tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. “Makanya aku selalu menanyakan hal itu sejak setahun yang lalu, lebih tepatnya satu hari setelah orang tuamu pergi. Dan ternyata setahun itu pula ternyata kamu sudah mulai tidak nyaman dengan Bandung, aku telat menyadarinya Ly, Aku terlalu sibuk ngejar Salsa tanpa sadar hal itu membuatku mulai kehilang kamu, Ly,” lanjut Bayu dengan penuh penyesalan
Lyly tertawa melihat Bayu yang begitu mencemaskannya. "Bayu kamu itu ada saja-saja masa gara-gara jawabanku tentang Bandung berbeda kamu jadi cemas seperti ini.”
Ya, meskipun sebenarnya ucapan Bayu benar. Lyly mulai merasa bosan dengan Bandung, ia ingin sekali pindah ke Malang, tinggal bersama kakek dan neneknya. Semakin lama tinggal di Bandung, Lyly semakin merasakan bahwa ia benar-benar sendiri. Kakaknya yang sering lembur di kantor jarang pulang, adiknya yang memilih bersekolah di Jakarta dan Bayu yang sudah mulai jauh darinya semenjak dekat dengan Salsa, perempuan yang Bayu sukai. Lyly tidak mau egois untuk meminta mereka selalu ada. tetapi, Lyly hanya ingin mereka meluangkan waktunya sebentar saja untuk Lyly. Untuk membuatnya percaya bahwa ia tidak benar-benar sendiri.
Bayu dan Lyly bersahabat sejak mereka duduk di bangku sekolah pertama. Berawal ketika Lyly membantu Bayu mengerjakan pr matematika. Sejak itu Bayu berusaha mendekati Lyly, ia merasa Lyly adalah teman yang cocok dengannya. Selain karena sifat baik Lyly, sifat periang yang Lyly miliki membuat Bayu nyaman berteman dengannya. Namun, hal itu tidak berjalan mulus, di pertengahan Lyly menyukai Bayu karena sikap dan perlakuan Bayu yang diberikan kepadanya membuatnya jatuh cinta dengan Bayu. Namun tepat saat Lyly mulai mencintai Bayu, Bayu mengucapkan kalimat yang membuat harapan Lyly pupus. "Ly, perhatianku dan semuanya adalah bentuk rasa sayangku sebagai sahabatmu." Sejak saat itu Lyly tak pernah mengungkapkan perasaannya sama sekali. Mungkin memang takdir inginya Lyly dan Bayu hanya menjadi sahabat tidak lebih.
"sekarang aku tanya sekali lagi, apa kamu benar-benar akan meninggalkan Bandung?"
"Pertanyaanmu sudah berubah Bayu tapi maksudnya tetap sama."
"Ly, apapun yang kamu mau akn ku turuti termasuk untuk meninggalkan salsa,” ujar Bayu yakin.
Lyly semakin di buat bingung oleh sikap Bayu, mati-matian ia menahan perasaannya untuk Bayu tapi Bayu ddngan mudahnya meruntuhkannya. Jika ia menyayangi Lyly hanya sebagai sahabat seharusnya Bayu tidak berlebihan seperti ini. Mengapa sikap Bayu selalu menempatkannya pada kemungkinan yang masih abstrak. Atau memang perasaannya saja yang terlalu berlebihan menilai sikap yang Bayu berikan padanya.
"Bayu kamu berhak mencintai siapapun dan kamu berhak memperjuangkannya, jangan merasa bersalah akan hal itu, aku bosan dengan Bandung bukan karena kamu. Memang ada saatnya kita ingin melihat tempat lain karena dunia cuma ngasih waktu sebentar buat melihat seluruh isinya dan aku tidak mau menyia-nyiakan itu. Aku harus menikmati semuanya sebelum takdir memintaku berhenti. Jadi, jangan pernah merasa bersalah atas semua ini. Kamu baik Bayu kamu tidak pernah membuatku marah."
Lyly berusaha menjelaskan pada Bayu, menyakinkan Bayu bahwa ini bukan kesalahannya meskipun penjelasannya sangat bertolak dengan hatinya. Ia hanya ingin Bayu tidak terbebani karenanya, ia tidak ingin Bayu meninggalkan Salsa karenanya. Ia hanya ingin Bayu bahagia karena hanya dnegan ini Lyly bisa membalas semua kebaikan Bayu. Bayu adalah satu-satunya yang membuatnya tenang ketika kedua orang tuanya meninggalkannya, Bayu menyakinkan Lyly bahwa semua akan-baik saja dan Lyly sangat bersyukur akan hal itu.
"Ingat Bayu jangan tinggalin Salsa apapun keadaanya, karena yang menemani kamu suatu saat nanti itu pasanganmu, bukan aku, bukan sahabatmu bukan temanmu."
"kalo ternyata kamu yang jadi pasanganku bagaimana?"
Bayu pernahkan kamu berfikir bahwa setiap kalimat yang kamu ucapkan selalu memiliki efek pada perasaanku. Sayangnya Lyly hanya bisa mengatakan itu pada hatinya sendiri.
"Ayo pulang, besok aku ada kelas pagi," ujar Lyly tidak menanggapi kalimat Bayu dan Bayu sepertinya tidak mempermasalahkannya. Ia sungguh menganggap semua ini lelucon tapi tidak untuk Lyly.
*******
"Lyly," aku mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam kelas karena mendengar suara yang tidak asing masuk ke dalam indra pendengaranku. Ya, itu Bayu. Manusia yang berhasil membuatnya merasakan senang dan sedih di waktu yang bersamaan.
"Bukannya kamu kelas siang?"
"iya, kelasku memang siang. Tapi, aku ingat kamu, kamu pasti belum sarapan, kan Ly."
"Tau dari mana kamu?"
"Aku setiap pagi nelfon Bi Umi. Mastiin kamu udah sarapan apa belum dan pagi ini kamu katanya nggak sarapan jadi ku belikan bubur ayam kesukaanmu." Bayu menyodorkan kantong llastik yang berisi bubur ayam dan sebotol air mineral kepada Lyly.
Mengapa Bayu terus membuatnya seperti ini, mengapa terkadang Lyly merasa Bayu menyukainya tetapi setelah merasakan itu Bayu selalu menyadarkannya bahwa semua ini adalah murni karena rasa persahabatan. Lyly tidak bisa melihat perasaan Bayu, semua rasanya abstrak sungguh.
"Ly nanti aku mau berbicara serius denganmu.”
"Mengapa tidak sekarang saja?" tanya Lyly penasaran.
"Emm, nggak enak lagian sebentar lagi kelasmu akan di mulai."
Lyly yang tidak bisa membendung rasa ingin tahunya berusaha mendesak Bayu agar mau memberitahunya. "sekarang Bayu aku maunya sekarang, katakan sekarang!"
"Nanti saja." Bayu mengatakan hal itu seraya mengacak gemas rambut Lyly lalu berlari meninggalkan Lyly.
"Awas saja aku tidak akan membantumu mengerjakan tugas-tugasmu," teriak Lyly kesal.
Dari kejauhan Bayu mendengarkan suara imut Lyly dengan tertawa puas, Bayu memang paling senang membuat Lyly kesal.