Pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah telah lahir seorang bayi perempuan dari pasangan Raden Mas Adipati Ario (R.M.A.A) Sosroningrat dengan Mas Adjeng Ngasirah. Bayi perempuan tersebut bernama Kartini Djojo Adhiningrat atau yang biasa dikenal dengan Raden Adjeng (R.A) Kartini. R.M.A.A Sosroningrat merupakan seorang keturunan bangsawan yang menjadi bupati di Jepara. Sementara Mas Adjeng Ngasirah berasal dari kalangan rakyat biasa. Karena saat itu aturan pemerintah kolonial mengharuskan pejabat memperistri perempuan dari kalangan bangsawan. Maka R.M.A.A Sosroningratpun menikah lagi dengan kalangan bangsawan, yang mana hal tersebut menjadikan ibunya Kartini bukan sebagai garwapadmi (istri utama) melainkan menjdai garwaampil (selir).
Sejak kecil telah nampak kecerdasan dan keuletan dalam diri Kartini. Hal tersebut terbukti ketika ia tertarik untuk mempelajari sesuatu maka akan dipelajarinya dengan sungguh-sungguh. Kegigihan dan kesungguhan Kartini juga dapat dilihat pada keinginannya untuk sekolah. Saat itu sekolah hanya diperuntukkan oleh laki-laki dan perempuan keterunan Belanda. Namun, berkat perjuangannya akhirnya ia mendapatkan izin dari ayahnya untuk bersekolah. Semasa sekolah kartini tidak pernah menyia-nyiakan kesempatannya bisa bersekolah. Kartini tidak hanya belajar di sekolah Belanda saja, ia juga belajar Bahasa Jawa, menjahit, menyulam, merajut dan membaca al-Quran di rumahnya.
Seterusnya, Kartini yang telah merasakan nikmatnya belajar, ia ingin terus melanjutkan pendidikannya lebih tinggi. Meskipun ayahnya memiliki pemikiran yang maju dan memiliki hasrat mengizinkan Kartini melanutkan pendidikan. Namun, adat dan kebudayaan patriaki saat itu menjadi tantangan terbesar yang sukar dilawan. Akhirnya saat remaja atau sekitar usia 12 tahun ia harus dipingit. Saat dipingit pikirannya berkecamuk dan kondisinya kesepian karena tidak memiliki teman yang bisa diajak berdiskusi tentang masa depan perempuan khusunya. Meskipun begitu, Kartini beruntung masih boleh dan disediakan buku sebagai bahan bacaan yang menjadi kawan kala kesepian. Ia juga diberi izin untuk mengirim surat pada teman-temannya yang ada di Belanda.
Pengalaman-pengalaman pahit sebagai perempuan yang dialaminya menjadikan Kartini berpikir akan kondisi perempuan. Sehingga ia memiliki gagasan untuk mendirikan sekolah bagi perempuan pribumi. Namun, bukanlah perjalanan yang mudah untuk mendirikan sekolah tersebut. Saat sekolah akan didirikan ternyata ayahnya sakit dan para bupati tidak menyutujui akan hal tersebut.
Akhirnya tahun 1903 Kartini menikah dengan R.M Joyohadiningrat yang merupakan bupati Rembang. Pilihannya untuk menikah didasari atas alasan suaminya adalah sosok yang berusahan keras ingin memajukan rakyat. Sehingga Kartini menaruh harapan agar ia diberi kemudahan dalam memajukan rakyat khusunya memperjuangkan hak-hak perempuan.
Usia Kartini terbilang tidaklah panjang. Tepat pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal dunia. Sebelumnya pada 13 September 1904 Kartini melahirkan putra pertamanya yang diberi nama Susalit. Goresan riwayat hidup Kartini telah dikenal dan dikenang banyak orang. Perjalanan hidupnya layak dijadikan sebagai ibrah bagi semua kalangan. (md)
Sumber gambar: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartini