[Resensi Buku] LAUT BERCERITA: Kisah Aktivis Dalam Cengkeraman ORBA

0

 

Sumber gambar: Akun IG @leilachudori

Judul Buku                  : Laut Bercerita

Penulis                         : Leila S. Chudori

Penerbit                       : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta

Tahun Terbit                : Oktober, 2017

Tebal Halaman            : 379 halaman

Ukuran                        : 13,5 x 20 cm

ISBN                           : 978-602-424-694-5

 

Matilah engkau mati

Kau akan lahir berkali-kali...

Itulah bait yang menjadi menyambut kita pada lembar pertama sekaligus pembuka pada cerita yang akan siap menemani kita menyusuri lembar demi lembar kisah dalam cerita Biru Laut. Berada di bagian pertama yang memberi eksplanasi mengapa buku ini memiliki judul demikian. Prolognya akan membuat kita menahan napas selama membaca dan mengira-ngira apa yang sudah dan akan terjadi pada si tokoh utama, Biru Laut, yang pada akhirnya bercerita dari dasar laut, Biru Laut yang menerka-nerka kapan kematian akan datang menjemputnya. Bagi penggemar novel berlatar reformasi 1998, novel Laut Bercerita tak akan luput dari tema tersebut.

Bait tersebutlah yang menjadi penggerak Laut dan kawan-kawannya yang sesama aktivis mahasiswa untuk menyuarakan pandangan mereka. Novel ini menceritakan kisah seorang pemuda bernama Biru Laut Wibisono yang merupakan seorang mahasiswa Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada. Biru Laut dianggap sebagai sosok yang cukup pendiam. Namun, ia selalu memberikan perhatian-perhatian kecil pada kawan-kawannya.

Biru Laut bersama kawan-kawan seperjuangannya di Yogyakarta bergabung dalam organisasi yang bernama Winatra yang berafiliasi dengan Wirasena. Dalam organisasi ini, Biru Laut dan kawan-kawannya menyuarakan berbagai hal dengan latar belakang pemerintahan masa Orde Baru. Perjuangan Biru Laut dan kawan-kawannya sebagai aktivis tidaklah mudah. Berbagai penangkapan dan pencekalan harus Biru Laut hadapi karena pemerintah yang secara terang-terangan memasukkan aktivis Winatra dan Wirasena sebagai buronan. Ia terlibat aktivitas mengkritik kebijakan masa Orde Baru. Demi menghindari aparat dan selidik mata-mata, Laut bersama kawan-kawannya kemudian menepi di sebuah rumah di Desa Pete, Sayegan, Yogyakarta. Seperti persahabatan pada umumnya, Biru Laut dan kawan-kawan dalam organisasinya juga diwarnai oleh kecurigaan karena rencana mereka dengan mudah diketahui oleh aparat.

Ilustrasi yang terletak pada pembuka bagian satu benar-benar menarik perhatian, memerhatikan gambar seorang pria berbalut penutup mata, lengkap dengan isi pikiran yang dilukis dalam mode abstrak. Alur maju-mundur yang diterapkan berhasil menciptakan rasa penasaran yang meletup-letup. Setelah menyaksikan proses kematian yang tercatat pada tahun 1998 di prolog, maka pada bagian pertama kamu akan kembali ke tujuh tahun sebelumnya, berkenalan dengan sejumlah teman-teman Biru Laut yang beragam sifatnya. Ada Sunu yang memiliki banyak paham akan bangunan, Daniel yang banyak bicara dan selalu saja mengeluh selama Rumah Hantu baru ditemukan, Kinan satu-satunya perempuan pada lingkaran, juga Alex dan Gusti si fotografer yang acap bertengkar. Buku ini memiliki banyak tokoh yang berhamburan, latar belakang dari setiap pemeran selalu dijelaskan secara detail sehingga mudah untuk diingat dan porsinya selalu pas.

Ada kutipan dari bagian pertama yang berbunyi:

"Aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berkhianat pada kita biasanya adalah orang yang tak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu."

Kalimat dari Arifin Bramantyo alias Bram, si pemimpin sekaligus pendiri organisasi yang baru muncul setelah adegan penemuan Rumah Hantu. Kalimat tersebut berhasil terbuktikan di beratus-ratus halaman selanjutnya, bahwa pengkhianatan memang datang dari sosok yang tak terduga. Sebagian besar dialog disampaikan melalui kalimat tidak langsung, benar-benar membangun suasana 'bercerita' seperti yang tercetak pada judul, Laut Bercerita, ini memang kisah Laut yang bercerita tentang Winatra hingga akhir hayatnya.

Leila S. Chudori telah berhasil mengusung tema mengenai reformasi pada Orde Baru. Penokohan dan latar dalam novel ini tampak nyata, terlebih pada bagian Laut dan kawan-kawannya disiksa dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Lalu, hal yang menarik adalah novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata pengalaman dari para aktivis yang sempat hilang dan diculik pada Maret tahun 1998. Terdapat nilai moral dalam Laut Bercerita salah satunya ialah cara agar seorang manusia dapat memanusiakan manusia lainnya dalam segala aspek kehidupan. Tak hanya itu, novel Laut Bercerita dapat menjadi sindiran untuk negeri ini karena mereka para aktivis, orang-orang yang sengaja dihilangkan, layak untuk mendapatkan dan memperoleh keadilan.

Laut Bercerita memang dapat dikatakan termasuk sebagai novel dengan tema reformasi yang sungguh luar biasa. Akan tetapi ada pula kekurangan dalam novel ini, seperti alur yang digunakan ialah alur campuran atau maju mundur. Apabila para pembaca yang belum terbiasa dengan alur tersebut, akan cenderung bingung dan kesulitan. Oleh karena itu, dibutuhkan keadaan yang fokus dan pemahaman secara saksama agar dapat mengikuti alur cerita dengan baik.

 

Oleh    : Winni Hardiyanti

Editor  : Istantya Ningrum

Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !