![]() |
Terminal Purabaya (Bungurasih). (Sumber gambar: id.foursquare.com/rumkenyjerry) |
Siapa yang tak kenal novel Laut Bercerita
karya Leila S. Chudori yang menjadi best seller sejak diterbitkan tahun
2017? Novel ini sudah mencapai cetakan ke-53 di penghujung tahun 2022 dan
berhasil terjual sekitar 130 eksemplar dalam kurun sepuluh bulan terakhir.
Novel yang menceritakan kisah nyata perjuangan
dan penculikan mahasiswa di era orde baru ini mengambil latar tempat yang
bermacam-macam. Terdapat beberapa latar tempat yang terletak di Jawa Timur, di
antaranya mengambil latar Terminal Bungurasih dan Blangguan. Ada apa sih,
dengan Stasiun Bungurasih sampai menjadi latar tempat dalam novel ini? Berikut
adalah tempat-tempat di Surabaya dan sekitarnya yang menjadi latar novel Laut
Bercerita.
1. Terminal Bungurasih
Terminal Bungurasih, sepertinya sudah tidak
asing lagi ditelinga para mahasiswa Surabaya. Terminal yang terletak di Kaisan,
Bungurasih, Kec. Waru, Kabupaten Sidoarjo ini dalam novel Laut Bercerita
menjadi tempat para mahasiswa berkumpul setelah terjadinya peristiwa Blangguan
yang gagal dilakukan. Peristiwa Blangguan adalah sebuah upaya penolakan para
mahasiswa dan petani di daerah Blangguan, Situbondo atas perampasan ladang
jagung para warga yang dialih fungsikan menjadi area latihan tempur tentara.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 Januari 1993.
Dikarenakan rencana para mahasiswa dan para
petani gagal, maka upaya selanjutnya adalah menghadap Gedung DPRD Surabaya
untuk menyampaikan aspirasi para petani jagung di Blangguan.
Nahasnya, sepulang dari Gedung DPRD Surabaya,
tanpa disadari terminal sudah dikuasai aparat berpakaian preman hingga
mengakibatkan 13 dari 26 mahasiswa asal Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Solo
itu ditangkap saat akan menaiki bus untuk pulang ke kota Yogyakarta.
2. Gedung DPRD Surabaya
Dalam Novel Laut Bercerita, Gedung DPRD Surabaya
ini sebenarnya tidak terlalu mengambil peran. Hanya saja, gedung ini juga menjadi
salah satu latar yang penting dan menjadi saksi bisu perjuangan para mahasiswa
pada era orde baru.
3. Kedai Es Krim Zangrandi
Dalam novel Laut Bercerita, tokoh Anjani sangat
menyukai es krim Zangrandi. Dimana sih lokasi kedai es krim ini?
Kedai es krim yang berlokasi di Jl. Yos Sudarso
No. 15 Surabaya, Jawa Timur ini adalah sebuah kedai es krim yang menjadi salah
satu ikon kuliner legendaris Surabaya yang berdiri sejak 1930. Es krim
Zangrandi sendiri merupakan es krim khas Italia, didirikan oleh Roberto
Zangrandi: seorang Italian yang menetap di Hindia Belanda.
Pada tahun 1960, Roberto Zangrandi kembali ke
negara asalnya dan kedainya dibeli oleh Adi Tanamulia. Keluarga Tanamulia
akhirnya meneruskan usaha ini tanpa merubah brand es krim yang dibuat Roberto.
Dan saat ini, usaha kedai es krim ini dilanjutkan oleh Felix Tanamulia, cucu
Adi Tanamulia.
4. Pacet, Mojokerto
Mahasiswa Surabaya mana yang tak tahu dengan
Pacet? Sebuah kecamatan yang beralamat di Mojokerto, Jawa Timur ini menjadi
langganan para mahasiswa Surabaya untuk mengadakan acara dan kegiatan kampus di
vila-vila yang terdapat di sana. Kecamatan ini berbatasan dengan kecamatan
Trawas di sebelah timur, kecamatan Kutorejo di sebelah utara, kecamatan Gondang
di sebelah barat dan kecamatan Bumiaji, kota Batu di selatan.
Dalam novel Laut Bercerita, Pacet menjadi safehouse
bagi tokoh Kinan, Anjani, Daniel, Coki, Abi, Narendra, dan Hamdan setelah
terjadinya peristiwa Blangguan dan penangkapan di Terminal Bungurasih. Mereka
diamankan di salah satu vila milik keluarga Anjani.
Pacet, pada zaman penjajahan Belanda sempat
dijadikan tempat kamp militer, dan terjadi perebutan silih berganti antara
pejuang dengan penjajah Belanda, sehingga banyak vila yang rusak dan dirusak
saat pertempuran terjadi. Bahkan salah satu desa di kecamatan Pacet, desa Sendi
menghilang. Para warga desa Sendi terhitung melakukan tiga kali pengungsian
besar-besaran sejak pemerintahan kolonial Belanda. Eksodus pertama pada tahun
1931-1932, yang mengakibatkan kurang lebih 40-60 kepala keluarga
mengungsi.
Mengungsinya warga menyusul adanya transaksi tukar-menukar dan pemberian ganti rugi tanah penduduk
oleh Boschwezen, instansi Perhutani zaman kolonial Belanda. Transaksi itu tertuang dalam surat Berita Acara
Tukar-menukar dan Pemberian Ganti Rugi B No 1-1931 tanggal 21 Nopember 1931 dan
B No 3-1932 tanggal 10 Oktober 1932. Tanah desa Sendi saat terjadi pembebasan
oleh Pemerintah Belanda seluas 762,9 hektare. Disinyalir, desa Sendi dijadikan
perkebunan tebu untuk menyuplai pabrik gula Dinoyo di kecamatan Jatirejo,
Mojokerto. Yang tersisa hanya lahan kurang dari 24 hektare sesuai lansiran
letter C tahun 1975.
Eksodus kedua, tahun 1942 saat penjajahan
Jepang. Penduduk Sendi mengungsi ke sejumlah desa di Pacet agar tak menjadi
romusha. Romusha kala itu disuruh membangun bungker pertahanan dan gudang
logistik tentara Jepang di Sendi. Bekas bungker saat ini masih terdapat di
bawah Puthuk Kursi, warga menyebutnya Goa Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945, desa Sendi menjadi basis gerakan gerilya Macan Putih.
Peradaban di desa ini benar-benar musnah akibat agresi militer Belanda II tahun
1948. Tentara penjajah membumihanguskan Sendi yang menjadi tempat persembunyian
para gerilyawan.
Sebagai kota Pahlawan, Surabaya tentu saja
memiliki banyak tempat bersejarah dan penuh kenangan dari zaman penjajahan.
Kira-kira tempat bersejarah di Surabaya mana lagi ya yang dapat diulik
kisahnya?
Penulis: Intan Handita K
Editor: Nuzurul Rochmah