(Dokumentasi: Prodi SPI UINSA/Ahmad Tsalis) |
Pelaksanaan Studium Generale Fakultas Adab dan Humaniora berlangsung pada Rabu (15/3) di gedung auditorium kampus 2 UINSA. Kegiatan Studium Generale ini merupakan kegiatan belajar dan sharing session antara mahasiswa SPI dengan para narasumber. Studium Generale dilaksanakan setiap semester dan dikhususkan untuk mahasiswa SPI guna memperluas pengetahuannya akan dunia sejarah Nusantara. Studium Generale kali ini mengusung tema “Warisan Sejarah Peradaban Islam di Jawa Timur”. Tema ini diambil sebab banyak warisan sejarah Nusantara khususnya di Jawa Timur yang perlu digali dan dilestarikan keasliannya.
Endah Budi Heryani, selaku Kepala Balai Pelestarian
Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur menjadi salah satu pemateri di acara
Studium Generale, memaparkan bahwa pelestarian kebudayaan merupakan upaya
dinamis untuk mempertahankan warisan budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya.
“Pemanfaatan pelestarian cagar budaya dan warisan budaya tak
benda harus berguna untuk agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Sehingga situs-situs itu tidak hanya
wisata saja tetapi juga terdapat pemanfaatannya,” ujar Endah.
Tujuan adanya pelestarian ini adalah untuk kesejahteraan
rakyat. Tidak hanya gubernur, menteri, bupati/wali kota saja yang harus
melestarikannya, akan tetapi seluruh masyarakat juga turut berperan andil dalam
proses pelestarian cagar budaya.
“Alhamdulillah, untuk provinsi Jawa Timur, dinas kebudayaan
dan pariwisatanya sangat aktif untuk pelestarian cagar budaya. Begitu juga
kabupaten/kotanya hampir semuanya aktif untuk pelestarian cagar budaya,” papar
Endah dalam seminar.
Peluang pemeliharaan cagar budaya yaitu masyarakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam, sehingga menjadi kekuatan dalam pelestarian
cagar budaya dari masa Islam. Kedekatan emosional menjadi dasar upaya
melindungi tinggalan masa lalu sebagai bagian dari perjalanan panjang Islam di
Nusantara.
“Indonesia mayoritas adalah muslim sehingga untuk
melestarikan material sisa tinggalan-tinggalan nenek moyang itu lebih mudah.
Bayangkan jika kita di Bali, di Bali banyak bangunan pura yang tetap bertahan
dan tetap hidup di sana karena masyarakatnya melakukan ibadah di pura. Berbeda
jika di sini, pasti akan dianggap musyrik atau yang lainnya sehingga dipastikan
tidak akan bertahan lama,” lanjut Endah.
Tantangan bagi para pemelihara cagar budaya tidaklah mudah.
Sebab hingga sekarang masih banyak pengunjung yang masih melakukan kesalahan
ketika berkunjung ke tempat cagar budaya. Misalnya di makam, masih ada yang
membuang sampah di selipan batu nisan, vandalis pada batu, bersandar dan
menaiki cagar budaya. Oleh karena itu, Balai Pelestarian Kebudayaan Jawa Timur
menempatkan juru pelihara di semua situs untuk memelihara, menjaga dan
membersihkan cagar budaya.
“Tantangannya banyak sekali. Para pengunjung berpikir bahwa
makam itu adalah bangunan jaman sekarang sehingga jika rusak bisa ditambah
semen saja. Padahal tidak, itu cagar budaya, perlakuannya harus khusus,” jelas
wanita selaku Kepala BPK IX wilayah Jatim tersebut.
Selain itu, penambahan sarana dan prasarana pendukung
aktivitas pemanfaatan tidak didahului dengan kajian yang sering dilakukan oleh
masyarakat sekitar. Seperti pemasangan lantai pada halaman makam, pemasangan
pagar bata pada pagar batu karang di makam Bejagug Lor, tumbuhlah makam baru
dalam lingkungan situs dengan pemikiran supaya mendapat kebaikan, serta
pengelolaan uang infaq digunakan untuk penambahan fasilitas bukan memelihara
cagar budaya yang ada. Padahal pemasangan ubin atau keramik saja pada makam
juga bisa merusak keaslian cagar budaya meskipun dengan adanya ubin, masyarakat
bisa nyaman untuk berkunjung dan jika tetap dilakukan meskipun terdapat
perintah untuk menghentikan akan dipidanakan.
“Kejadian di makam Bejagung Lor, pagar aslinya dari karang.
Karena mereka kebanyakan uang dari peziarah dan terlihat bagus maka dibangunlah
pagar bata begini kaget saya. Langsung saya kirimkan tim ke sana untuk
dihentikan dan bongkar semuanya”. Ujarnya di akhir sesi.
Penulis: Lusy Silviana P
Editor: Intan Handita K