Tradisi “Riyoyo Kupat” di Masyarakat Jawa

0

(Sumber gambar: Pinterest.com/widyahalim)

Riyoyo kupat atau lebaran ketupat merupakan salah satu tradisi yang ada di tengah masyarakat Jawa. Umumnya diadakan setelah hari raya Idul Fitri, tepat seminggu setelahnya atau di tanggal 8 Syawal. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, kini tradisi tersebut diadakan sesuai keinginan masyarakat sendiri, yakni setelah dirasa hari raya Idul Fitri sudah sepi meskipun masih di hari ke-5. 

Hal ini dikarenakan tidak adanya batasan waktu kapan dimulainya tradisi riyoyo kupat. Kata ketupat lebih familiar dengan kata kupat. Dalam bahasa Jawa, kupat maksudnya “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Sehingga dengan memakan ketupat akan menghapus kesalahan yang telah lalu, diawali dengan meminta maaf terlebih dahulu. 

Dalam sejarahnya, Sunan Kalijaga yang menjadi orang pertama kali memperkenalkan istilah ketupat. Kala itu, di Jawa sudah ada tradisi slametan yang berkembang hingga seluruh penjuru nusantara. Sehingga ketupat bisa dijadikan sebagai salah satu ajang silaturahmi sekaligus memperkenalkan agama Islam lebih luas, serta bersyukur dengan nikmat Allah Subhanahu Wa Taala setelah sebulan penuh melaksanakan puasa Ramadan. Ada juga yang berpendapat bahwa riyoyo kupat menjadi hari raya kedua setelah hari raya Idul Fitri, memiliki satu makna yang sama, tetapi berbeda cara pelaksanaannya.

Bagi Sunan Bonang, simbolisasi dari ketupat ialah berupa kalimat “laku sing papat” atau empat keadaan yang telah dianugerahkan Allah Subhanahu Wa Taala kepada orang yang telah melaksanakan puasa Ramadan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan, yaitu: lebar (lapang), lebur (menghilang), luber (melimpah) dan labur (memulai ulang).

Ketupat memiliki berbagai makna filosofis, mulai dari bungkus hingga isinya. Ketupat terbuat dari beras yang kemudian dibungkus dengan daun janur kuning, lalu dimasak. Bungkus ketupat bagi masyarakat Jawa melambangkan penolak bala sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip “kiblat papat lima pancer”, artinya kemanapun tujuan manusia, pasti akan kembali kepada Allah Allah Subhanahu Wa Taala. 

Sementara itu, beras disimbolkan dengan nafsu duniawi dan daun janur berasal dari kata sejatining nur yang bermakna cahaya sejati atau hati nurani. Sehingga manusia yang secara kodrati memiliki nafsu duniawi, selalu bisa dikendalikan dengan cahaya hati. Semua anugerah dapat menjadi cahaya wajah dan hatinya karena mendapat limpahan cahaya dari Allah Allah Subhanahu Wa Taala.

Selain bungkus dan isi, rumitnya pembuatan bungkus ketupat juga dapat dimaknai. Anyaman ketupat menggambarkan berbagai kesalahan manusia yang begitu rumit. Jika ketupat yang telah matang dibelah menjadi dua, maka warna dalamnya akan berwarna putih yang menggambarkan kebersihan dan kesucian hati manusia setelah saling meminta maaf. Ketupat biasanya disandingkan dengan makanan opor ayam. Opor ayam yang terbuat dari santan pun memiliki makna filosofis, yaitu kata santen dalam bahasa Jawa maksudnya “nedi pangapunten” atau meminta maaf.

Oleh karena itu, ajaran-ajaran luhur tersebut diharapkan bisa menginspirasi masyarakat Jawa. Cara-cara mengajak menuju kebaikan dan memperbaiki kesalahan dengan mengakrabi budaya yang telah mengakar di benak masyarakat, melakukan kebaikan tanpa adanya kekerasan, memiliki pesan moral yang mudah diterima masyarakat Jawa dan menjadi pedoman hidup. Sehingga tradisi riyoyo kupat dalam benak masyarakat Jawa sangat diperhatikan karena memiliki makna yang sangat mendalam.


Penulis: Lusy Silviana P

Editor: Nuzurul Rochmah


Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !