Huru-Hara UINSA: Problem Kampus Gunung Anyar Masih Mengudara, Dema UINSA Ikut Bicara! (JILID II)

0

(Ilustrasi: Pinterest)

Problema masih mengudara, mahasiswa masih mempertanyakan bagaimana kejelasannya. Memicu kemarahan yang bertumpuk, hingga semua menjadi berkecamuk. Para petinggi organisasi mahasiswa sudah mulai bermunculan, tetapi para petinggi UINSA masih bersembunyi di balik jabatan. Setelah Muhammad Kesit dari SEMA FAHUM, kru LPM Qimah mewawancarai DEMA-U atau biasa disebut dengan DEMA Universitas.

Abdul Adhim, seorang mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Arab yang kini menjadi Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) ikut berbicara mengenai permasalahan yang terjadi. Ia bercerita bagaimana awal mula kronologi dari masalah-masalah yang terjadi.

“Persoalan kampus 2 yang dimana terjadi penutupan kantin, tidak hanya di kampus 2 saja. Akan tetapi, terjadi juga di kampus 1, yaitu kantin WB (Wisma Bahagia). Kenapa alasan kantin ditutup? Karena menyongsong PTNBH. Saya tidak tau secara jelasnya, tetapi sedari awal pembangunan seluruh fasilitas universitas harus dimaksimalkan dalam segala aspek ataupun pengalokasian tempat untuk keuangan universitas. Selain itu, bagaimana caranya universitas menyerap keuangan, yang dimana pemasukan keuangan tidak mengandalkan dari kementerian keuangan Republik Indonesia. Diantaranya, universitas menyerap keuangan dari luar, dimana dapat membangun kerja sama dengan Pusat Bisnis atau yang disingkat PUSBI,” terangnya pada Jumat (26/05).

Pres DEMA itu juga mengatakan bahwa permasalahan-permasalahan ini, bukan hanya berkaitan dengan aspek ekonomi saja, mayoritas mahasiswa UINSA mengetahui tentang adanya pengeluaran yang sangat banyak terkait adanya pembangunan kampus baru, atau kampus 2 UINSA Gunung Anyar. Dalam wawancara kali ini, kami menemukan persoalan yang justru lebih kompleks, dan diluar dugaan kami, yakni persoalan hak tanah. 

“Kantin-kantin yang berada diluar kampus UINSA itu mengalami disclaimer tanah, kantin-kantin tersebut sudah ada sejak pembangunan kampus 2 UINSA Gunung Anyar, diperbolehkan adanya kantin tersebut untuk mereka para pekerja yang menjalankan proyek kampus tersebut. Namun seiring waktu, kantin tersebut harus ditutup karena mengusung PTNBH," jelasnya.

"Sebenarnya dalam pembangunan kampus UINSA, terdapat mafia tanah, Ketika saya melakukan wawancara dengan pak WAREK (Wakil Rektor) ketika mereka (warga setempat) di ajak kolaborasi, yang dimana UINSA menyediakan tempat seperti yang dilakukan pada kampus 1. Mereka justru meminta dibangunkan tempat untuk berjualan, tetapi tidak ada pemungutan biaya, dan lain-lain. Tentunya itu tidak bisa dilakukan, karena adanya kebijakan kampus tentang pembagian antara si penjual dan si penyedia tempat (Univ). Akan tetapi menurut saya yang sangat disayangkan ialah adanya ketidakselarasan universitas mengenai pemaksimalan kantin sebagai tempat untuk mahasiswa bersantai-ria,” tambah Adhim.

Terkait akses jalan di belakang FPK (Fakultas Psikologi dan Kesehatan) juga dipermasalahkan oleh Adhim, ia menyoroti dan merasa bingung mengapa akses yang di belakang FPK ditutup. Dalam pengakuannya, Adhim mengungkapkan bahwa ia sudah menanyakan kepada WAREK 2 (Wakil Rektor 2) dan sangat menyayangkan jawaban dari salah satu petinggi UINSA tersebut.

“Saya tanyakan bukan hanya terkait kantinnya, tapi juga akses jalan. Akan tetapi, perbedaan jawaban WAREK 2 sangat disayangkan. Beliau justru bilang, dulu saya jalan 700 meter, itu kan bukan sebuah jawaban yang solutif. Persoalannya, pada kemudahan akses jalan bagi teman-teman mahasiswa. Nah, kemarin ketika melakukan survey, sebanyak 500 ribu orang memberi masukan mengenai keluh-kesahnya terkait penutupan jalan di belakang FPK," ujar Adhim. 

"Sebenarnya kalau persoalan kantin tidak masalah, memang kita harus menghargai UINSA. Akan tetapi, kalau akses jalan ditutup ini akan memberatkan mahasiswa yang tidak mempunyai kendaraan bermotor. Ini kan sama dengan Gang Dosen yang ada di kampus 1, itu juga sebagai jalan alternatif ke kampus. Maka dari itu, kami sudah upayakan dengan menanyakan langsung ke pihak Rektorat bagaimana solusinya. Sedangkan pintu timur FISIP masih terkendala perizinan, sampai sekarang masih belum di buka. Sudah kami upayakan, tetapi masih belum ada solusi yang konkret dari pihak Rektorat,” Tegasnya.

Terkait tulisan-tulisan aspirasi mahasiswa yang berada di kampus 2 UINSA Gunung Anyar, Adhim sebagai seorang Presiden Dewan Eksekutif Mahasiswa juga menanggapi tulisan aspirasi tersebut. Ia merasa kalimat yang ditulis terlalu frontal, ia juga mendapat komentar hal yang sama dari Dekan Adab. Akan tetapi, ia tetap mau menyambungkan representatif dan aspirasi-aspirasi mahasiswa ke Rektorat.

“Dari Bapak Dekan Adab mengomentari bahwa kalimat yang disampaikan terlalu frontal, tapi saya dalam hal ini tetap mengupayakan bagaimana menyambungkan komunikasi antara representasi mahasiswa ke Rektorat. Dalam hal ini, saya tidak bisa membatasi, karena hal tersebut merupakan keluh-kesah dari teman-teman mahasiswa. Saya juga menginformasikan ke teman-teman, bahwasanya kalau bisa menyampaikan narasi-narasi yang berupa sindiran tetap menjaga nama baik UINSA dan tidak membawa kata-kata kotor.” ujarnya.

Sebagai seorang Pres, Adhim masih mengupayakan solusi-solusi kepada Rektorat. Ia juga mengatakan bahwa jika tidak bisa dilakukan dengan upaya-upaya baik, maka ia akan mengancam dengan tindakan aksi untuk bertemu dengan Rektor.

“Kami mengupayakan dan mengutamakan audiensi dulu, yaitu audiensi ini saya harapkan bisa menemui pihak Rektor. Jika upaya-upaya secara baik yang kami lakukan tidak tercapai, akan ada tindakan aksi, tetapi bukan anarkis. Tindakan ini bentuk asli keresahan mahasiswa yang ingin bertemu pihak Rektor, kita juga bukan hanya menuding, tetapi juga mendengar. Kan awalnya audiensi itu, kita mau gak mau mempertanyakan dan mendengarkan. Namun, jika audiensi tidak tercapai sebagaimana mestinya, maka mau tidak mau akan ada aksi.” Pungkasnya.

Jika jalan yang baik tidak bisa tercapai, maka aksi turun ke jalan akan dilakukan, itulah yang diujarkan Adhim. Sebuah ketidakadilan dan ketidakjelasan membuat semua menunggu terlalu lama. Jangan biarkan mahasiswa turun, jika itu terjadi, maka ada yang tidak beres dengan suatu kebijakan.


Mahalnya pendidikan setimpal dengan UKT yang diberikan, juga setimpal pula dengan uang yang telah digelontorkan dari doa-doa orang tua yang berharap kesuksesan anaknya. Jangan jadikan mahasiswa sebagai korban dari maruknya para tuan dan puan. Kami hanya ingin menanyakan, ada apa gerangan di balik pintu penuh kerahasiaan?

 

Penulis: Hanif Rahmansyah, Fahmy Andhito

Editor: Nuzurul Rochmah


Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !