Sumber gambar: Ranahresearch.com/NofriSatriawan
Tidak
diwajibkannya skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa adalah pernyataan yang
dikeluarkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek
dan Teknologi (Mendikbud Ristek) yang akhir-akhir ini tengah dibicarakan di kalangan mahasiswa. Pada tanggal 30 Agustus 2023, Nadiem Makarim telah membuat sebuah pernyataan baru
untuk para mahasiswa program sarjana perihal tidak diwajibkannya skripsi
ditahun depan. Apakah UIN Sunan
Ampel Surabaya juga akan mengikuti tidak diwajibkannya skripsi?
Menanggapi perihal ini, Dr.
H. Muhammad Khodafi, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora
mengatakan semua akan mengikuti peraturan itu pada waktunya. Sudah banyak
diketahui bahwa UIN Sunan Ampel berada dibawah wewenang Kemenag yang artinya
juga menunggu keputusan dari Kemenag.
“Semua akan
mengikuti pada waktunya. Pak Nadiem kan mengeluarkan yang namanya kebijakan, tapi kebijakan itu ditafsiri oleh Departemen Pendidikan. Mereka akan bikin
regulasinya dan standardnya itu seperti apa, entah projek atau program. Habis
itu masuk ke Kemenag yang akan melakukan penyesuaian atau mengadopsi itu.
Kemudian diturunkan SOP atau standard instansi keislaman. Habis itu baru turun
ke direktorat tinggi. Nah dari situ turun ke PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri), dan PTAIN membaca
kebijakan dari kementerian agama.” Ujar Pak Khodafi.
Selain
Wadek III, Kaprodi Sastra Indonesia yaitu Haris Shofiyudin M.Fil.l juga memberi
pernyataan bahwa sebenarnya saat pandemi 2020 tugas akhir sempat diganti dengan jurnal. Hanya saja
jika ada aturan baru, beliau belum tahu respon kedepannya bagaimana.
“Dulu ada waktu
pandemi, tugas akhir diganti dengan jurnal. Kalau misal ada regulasi atau
aturan baru saya belum tahu respon dari kita bagaimana. Kita mengusulkannya, begitu wajib publikasi, wajib KKN, wajib ada tugas akhir. Bentuk tugas akhir
yang memiliki banyak variasinya.”
Mengenai peraturan baru terkait tidak diwajibkannya
skripsi, masing-masing Ketua Prodi Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM) memberikan
pendapat sebagai berikut.
“Setuju kalau
semua memudahkan asal ada syarat dan ketentuannya. Tapi jangan sampai dengan
dimudahkan mengurangi esensi dan melanggar aturan, sehingga harus dibuat
regulasinya.” Ujar Pak Haris selaku Ketua Prodi Sastra Indonesia.
“Menurut saya
sendiri itu bagus. Saya pro ke artikel karena dengan artikel itu harus
melewati berbagai tahapan dan kebermanfaatannya juga dalam jangka panjang.
Berbeda lagi dengan skripsi yang mungkin bisa saja dalam 1 bulan itu selesai.
Tapi mungkin yang perlu dipahami oleh mahasiswa khawatirnya mereka senang
menganggap tidak ada tugas akhir, padahal wajib ada. Hanya saja bentuknya tidak wajib skripsi.” Ujar Bu Tristy
selaku Sekretaris Prodi Sastra Inggris.
“Disatu sisi
mahasiswa lebih dimudahkan karena memang bentuknya jurnal lebih sederhana dan
lebih detail, kalau skripsi lebih berbobot dan lebih mendetail. Tetapi
dikhawatirkan saja kalau mereka bisa bikin jurnal, belum tentu bisa bikin skripsi.”
Ujar Pak Ubet selaku Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Arab
“Saya rasa mungkin setuju, karena menurut
pandangan saya setiap anak atau mahasiswa itu memiliki kemampuan berbeda-beda
pada setiap diri mereka masing-masing. Misal pada anak yang memilih pada
jurusan SPI tetapi dia memiliki keahlian pada bidang novel, film dokumenter,
membuat artikel, bahkan ada pula yang suka dengan komik. Jadi seharusnya pihak
lembaga itu harus bisa memfasilitasi kelebihan mahasiswa yang mereka punya
untuk menjadikan bahan sebagai tugas akhir, dan skripsi itu adalah salah satu
diantara kemungkinan-kemungkinan yang menjadi pilihan untuk tugas akhir” ujar
Pak Nyong Eka selaku kaprodi SPI.
Beberapa pendapat yang telah dikeluarkan oleh
para civitas fahum, mereka banyak yang mengatakan setuju tentang pernyataan
tersebut. Sebab memudahkan seseorang itu sangat mulia. Tetapi tetap harus
diganti dengan tugas akhir seperti membuat jurnal, artikel, membuat buku dan
lain sebagainya. Tetapi ada pula kekhawatiran para civitas Fahum perihal tidak
diwajibkan skripsi pada tahun depan, mereka khawatir jika banyak mahasiswa UIN
Sunan Ampel Surabaya banyak yang memilih membuat artikel atau jurnal maka
banyak pula dari mereka yang tidak bisa membuat skripsi. Walaupun tidak diwajibkan
skripsi bukan berarti tugas akhir tidak ada, tugas akhir akan tetap ada sebagai
pengganti skripsi maka dari itu beberapa dari para civitas fahum juga mengatakan
bahwa skripsi akan dibuat menjadi pilihan opsional bagi para mahasiswa.
Penghilangan skripsi ini sebenarnya sudah ada sejak era pandemi pada
tahun 2020. Namun kegiatan tersebut hanya dilakukan pada beberapa Universitas,
Fakultas Dan Prodi tertentu tidak keseluruhan. Pernyataan yang telah
dikeluarkan Pak Nadiem pada tanggal 30 Agustus 2023 merupakan pernyataan
terbaru untuk seluruh mahasiswa progam sarjana. Tetapi pernyataan yang
dikeluarkan oleh Pak Nadiem bukan penghilangan skripsi melainkan pengganti
skripsi atau skripsi yang akan dijadikan sebagai pilihan opsional bagi
mahasiswa yang ingin mengambil tugas akhir. Tujuan Pak Nadiem mengeluarkan
pernyataan tersebut agar para mahasiswa Indonesia era baru bisa membuat sebuah
jurnal atau artikel agar dapat memudahkan para lulusan sarjana untuk
melanjutkan ke jenjang magister.
Penulis: Ayu Puspita & Firda Fajarina
Editor: Intan Handita K.