Fenomena McDonaldisasi dalam Pendidikan

0

 

Sumber gambar: Sosiomagis.wordpress.com

McDonaldisasi pada dasarnya adalah suatu konsep dalam bidang ilmu sosiologi yang menunjukkan kondisi masyarakat atau budaya dengan prinsip layaknya restoran cepat saji “McDonald”. Konsep McDonaldisasi pertama kali digunakan oleh sosiolog asal Amerika Bernama George Ritzer dalam bukunya yang berjudul Mcdonaldization of Society. Konsep ini merubah pola pikir masyarakat dari tradisional menjadi rasional dan modern yang mengutamakan efisiensi. Menurut George Ritzer terdapat empat prinsip utama terkait konsep McDonaldisasi, yakni Kalkulasi, Efisiensi, Prediktabilitas, dan Kontrol. 

Fenomena ini tidak hanya muncul dalam aspek sosial-ekonomi. Akan tetapi, telah merambah ke bidang Pendidikan. Ini bermula ketika muncul angin liberalisme ekonomi disertai dengan defisitnya anggaran belanja negara yang mengharuskan komodifikasi Pendidikan. Pemerintah mengharuskan perguruan tinggi menggali sumber keuangan dengan berbagai kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian. 

Maka, bagaimana Tri Dharma perguruan tinggi tersebut ditafsirkan untuk menghasilkan dana, namun dengan efek samping mengorbankan kualitas Pendidikan?. McDonaldisasi telah mengubah wajah Pendidikan. Pendidikan yang pada mulanya mengutamakan proses menjadi mesin produksi sarjana yang hanya melihat hasil. 

Mari bahas satu per satu dari prinsip McDonaldisasi apabila dikaitkan dengan aspek Pendidikan di perguruan tinggi. Pertama, Kalkulasi atau Kuantibilitas. Prinsip ini muncul dengan cara evaluasi hasil dan produk yang hanya dilihat dari kuantitas. Semakin banyak lulusan suatu perguruan tinggi, semakin dianggap sukses mengelola Pendidikan. Hal ini juga berkaitan dengan konsep penilaian menggunakan indeks prestasi (IP). Padahal, tingginya IP mahasiswa tidak selalu berkorelasi positif dengan kemampuan akademiknya. 

Kedua, Prinsip Efisiensi. Maksud dari prinsip tersebut adalah mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya. Semakin hemat penggunaan sumber daya maka proses dikatakan semakin efisien. Hal ini bisa dilihat dari terancamnya program studi yang tidak menghasilkan uang seperti filsafat, ilmu sosial, sastra, budaya, dan lain-lain. Sementara itu, program studi yang notabene banyak menghasilkan uang dan terdapat di hampir seluruh perguruan tinggi seperti kedokteran, ekonomi, teknik dan lain-lain lebih difasilitasi. 

Ketiga, Prediktabilitas. Prinsip keterprediksian ini mengaitkan kurikulum dengan manfaat lulusan sebagai penyongsong pasar kerja. Penataan kurikulum didesain untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja, khususnya kerja teknis. Keempat, Kontrol. Suatu Pendidikan dalam penyelenggaraannya harus menggunakan teknologi, dengan maksud agar lulusannya tidak gagap teknologi. Teknologisasi menjadi kontrol yang menjadikan sistem Pendidikan yang dihasilkan sebagai budak teknologi. 

Budaya instan tersebut tentu berdampak pada kehidupan mahasiswanya. Akibat kalkulasi, standardisasi, efisiensi, dan teknologisasi pendidikan, hal tersebut menjadikan mahasiswa mengalami siklus yang monoton. Melihat fenomena itu, muncul pertanyaan apakah mahasiswa terjebak dalam rutinitas yang tidak bermakna?

Sesuatu diukur berdasarkan kuantitas, dengan begitu mahasiswa hanya melaksanakan tugas untuk mendapat hasil yang cepat dan baik, dengan dikonfigurasikan lewat indeks prestasi. Pendidikan yang sudah terstandarisasi menuntut mahasiswa menyelesaikan tugas yang banyak dalam kurun waktu singkat. Kondisi setiap mahasiswa tentu berbeda, terdapat mahasiswa dengan keterbatasan finansial yang mengharuskan untuk sekolah sambil bekerja, maka hal tersebut menjadi tekanan bagi sebagian mahasiswa. 

Akhirnya, karena tuntutan hasil yang cepat dan baik tersebut mengakibatkan banyak kasus plagiasi, joki tugas, dan sebagainya demi prinsip efisiensi. Sementara itu, teknologisasi mengalami fenomena bermata dua yang tidak hanya mendukung efisiensi, tetapi juga memberi batasan kreativitas bagi penggunanya. 

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan kritis, kreatif, dan analitis sehingga dalam menyongsong pasar kerja tidak hanya mempersiapkan kerja teknis, melainkan juga kerja intelektual dan bahkan kerja filosofis.  


Penulis: Itsna Aprilia Nur

Editor: Nuzurul Rochmah



Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !