Dari Gen Z hingga Ibu-Ibu, Aksi Darurat Demokrasi Bukan Sekadar FOMO

0

Sumber gambar: LPM Qimah

Jumat (23/08), seluruh elemen sipil Jawa Timur, termasuk mahasiswa dari universitas di Surabaya menggelar aksi kawal putusan MK dan penolakan revisi UU Pilkada di depan gedung DPRD Jawa Timur. Seluruh masyarakat Indonesia juga meramaikan sosial media dengan menggunakan tagar kawal putusan MK. Namun, mencuat sebutan bahwa Gen Z yang mengikuti aksi massa dan turut meramaikan tagar kawal putusan MK dianggap hanya FOMO atau Fear of Missing Out. Istilah FOMO yang biasa digunakan dalam konteks tren dan fashion, kini merambah ke dunia politik. Padahal dengan adanya fenomena ini menjadi tanda bahwa isu-isu sosial dan politik kini semakin menjadi perhatian publik, khususnya di kalangan anak muda.

Fenomena FOMO di kalangan para demonstran ini menjadi cerminan perubahan sosial di era digital, dimana keterlibatan seseorang dalam isu publik seringkali dipengaruhi oleh tren dan popularitas di media sosial. Boy Candra, seorang penulis Indonesia mengatakan bahwa “FOMO pada isu politik itu FOMO yang baik. Tak perlu malu untuk ikutan dan belajar.” Jika dicermati, FOMO bukanlah istilah yang patut digunakan dalam memaknai individu atau kelompok yang ikut menyuarakan opini mereka pada situasi seperti aksi massa ini. Justru karena mereka tidak tahu dan tidak mengerti, mereka akan mencari tahu dan memahami, yang pada akhirnya akan ikut bersuara dan bertindak.

Bahkan Gen Z yang mengikuti aksi massa kali ini bukanlah kali pertama baginya dan juga bukan hanya karena FOMO. Salah satu demonstran dari anggota BEM Unair, Rayhan, menyampaikan alasannya untuk turun dalam aksi ini adalah karena kesadarannya sendiri dan ingin menyampaikan pendapat dan suaranya untuk pemerintahan yang sedang kacau saat ini.

“Presiden saat ini memanfaatkan kekuasaannya untuk kebaikan keluarganya sendiri dan yang ditakutkan adalah kekuasaan 98 akan terulang kembali di masa ini. Jadi, aksi protes kali ini, semua pihak harus bersatu untuk menyuarakan pendapat dan tidak hanya individu maupun satu organisasi saja. Namun, dari semua ornamen masyarakat agar dapat mengubah dunia ini menjadi lebih baik lagi. Dalam aksi kali ini, demonstran meminta agar pihak DPRD ataupun yang berwenang untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan turun di hadapan massa,” ujar Rayhan.

Aksi kali ini juga cukup berwarna karena terdapat komunitas yang anggotanya berasal dari kalangan yang sudah cukup berumur. Tampak ibu-ibu yang semangat dan lantang bersuara dengan membawa poster tuntutan. Ibu-ibu yang aktif dalam berbagai aksi unjuk rasa tersebut merupakan anggota Persatuan Warga Rusun Nusantara. Ibu Sri Ambarwati, anggota komunitas tersebut, mengatakan jika dirinya mengikuti demo dengan penuh kesadaran dan sukarela, bahkan merasa lebih antusias dalam demo kali ini.

Selain mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada, Ibu Sri juga ingin menyuarakan penderitaan yang dirasakan rakyat kecil akibat kebijakan pemerintah saat ini. “Pemerintahan saat ini terlalu otoriter dalam membuat keputusan dan tidak berpihak pada rakyat kecil. Pesan saya untuk generasi muda jangan sampai mudah terlena dengan hal-hal yang menggiurkan saat ini, namun berdampak luar biasa di masa depan,” ujar Ibu Sri.

Aksi berlangsung cukup kondusif hingga menjelang detik terakhir dan membuahkan hasil positif. Ketua DPRD Jawa Timur pun bersedia keluar menemui massa dan menandatangani surat tuntutan yang disaksikan oleh seluruh elemen sipil di lokasi demo. Hal ini menjadi bukti bahwa fenomena FOMO tidak selalu berujung negatif. Semakin banyak massa yang sadar dan belajar tentang isu dalam negara, semakin luas pula peluang aspirasi rakyat akan terdengar.


Penulis: Martha Ulin Nuha dan Ghoutsi Islahiyah

Editor: Lenyyy

Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !