![]() |
Sumber gambar: BPAD Jakarta |
Raja-raja Jawa pada masa lalu, kerap kali menyewa tentara asing atau barangkali berperang dengan militer asing untuk kepentingannya. Praktik ini sudah berlangsung sejak abad ke-16 M dan rupanya berlanjut hingga Zaman VOC. Tentara asing, baik Portugis, Belanda, maupun lainnya yang berperang di Barisan Militer Raja Jawa bukan lagi suatu kebetulan, melainkan seolah sudah menjadi sebuah kebiasaan yang sulit ‘diingkari’.
Praktik menggunakan tentara asing atau nonpribumi untuk kepentingan militer, rupanya sudah dimulai sejak masa Kesultanan Demak tepatnya pada masa Sultan Trenggana. Peristiwa itu dicatat oleh Fernando Mendez Pinto, seorang pengembara Portugis, pada tahun 1546 M. Sultan Trenggana sebagai penguasa Demak dan sekutunya bernama Tagaril (menurut Hoesein Djadjadiningrat tokoh ini adalah Fatahillah/Falatehan yang menyebarkan Islam ke Banten dan Sunda Kelapa) yang menjadi penguasa Banten, memimpin suatu penyerbuan ke Panarukan. Menurut Mendez Pinto, Sultan Trenggana melakukan penyerbuan ini dengan tujuan menundukkan Bupati Kerajaan Blambangan di Panarukan. Pasukan Trenggana, menurut Mendez Pinto, diperkuat oleh tentara-tentara bayaran asal Portugis. Mendez Pinto mencatat perang tersebut diakhiri dengan gugurnya Sultan Trenggana.
Mendez Pinto mencatat bahwa Kesultanan Demak memiliki satu pasukan meriam yang anggotanya terdiri dari orang-orang Aceh, Turki, dan dipimpin oleh seorang Portugis bernama Koja Zainal. Praktik ini rupanya tidak berhenti hingga era Kesultanan Demak saja, Kesultanan Mataram juga mempekerjakan seorang abdi berkebangsaan Italia bernama Juan Pedro Italiano, pada masa itu Kesultanan Mataram dipimpin oleh Sunan Hanyokrowati (berkuasa 1601-1613 M). Ini tercatat dalam catatan harian VOC Belanda dan juga surat putra Hanyokrowati, Sultan Agung pada Duta Besar VOC, Hendrik De Haan.
Cerita Rakyat Pati, Jawa Tengah juga mencatat kontribusi Batalion Portugis dalam Pasukan Mataram. Cerita Rakyat Pati mengisahkan bahwa Pedro (kemungkinan Juan Pedro Italiano) awalnya adalah seorang Komandan Portugis yang datang ke Jawa bersama segelintir kawannya untuk menaklukkan Pati. Namun dia tertangkap Bupati Pati, Wasis Joyokusumo. Bahkan teman-temannya juga tertangkap. Para tawanan Portugis tersebut kemudian direkrut oleh Bupati Joyokusumo sebagai unit bersenjata meriam dan kemudian unit ini dikirimkan kepada Sultan Mataram pertama, Panembahan Senopati (memerintah 1587-1601 M). Panembahan Senopati menggunakan pasukan ini dalam pertempurannya melawan Hadiwijaya, Sultan Pajang dan berhasil mengalahkan Tentara Pajang.
Pada 1681 M, Pasukan Mataram bahkan menggunakan bala bantuan VOC yang dipimpin Kapten Jan Albert Sloot untuk menghadapi pemberontakan Trunojoyo. Berbagai bukti semakin memperkuat fakta ketergantungan raja-raja Jawa pada batalion asing sejak masuk abad ke-16 M.
Praktik menyewa tentara bayaran, terutama orang-orang asing dari Turki dan Eropa merupakan sebuah kebutuhan raja-raja Jawa yang kerap kali memperluas wilayahnya atau menghadapi pemberontakan di sana-sini sepanjang masa kekuasaannya. Ketergantungan raja-raja Jawa pada batalion asing, kemungkinan lebih disebabkan kebutuhan terhadap senjata api yang menjadi alutsista utama di masa itu.
John Crawfurd, sebagaimana dikutip peneliti Muhammad Averroes, memperkirakan bahwa senjata api mulai diperkenalkan ke Nusantara sejak era masuknya orang-orang Portugis yaitu pada 1509 M. Peneliti Muhammad Averroes memperkirakan bahwa masuknya senjata api ke Nusantara sudah dimulai sejak penyerbuan orang-orang Mongol ke Jawa menjelang berdirinya Kerajaan Majapahit pada 1293 M. Kiranya perkiraan John Crawfurd lebih akurat dan bisa dipertanggungjawabkan karena hal itu didukung laporan Tome Pires, seorang pengembara Portugis yang mengunjungi Jawa pada 1513 M, dia melaporkan bahwa Guste Pate Amdura, panglima perang Kerajaan Daha (Majapahit Kediri) bertempur melawan Pasukan Kesultanan Demak dengan membawa 200.000 prajurit yang 4000 diantara mereka adalah pasukan bersenapan.
Laporan Tome Pires ini merupakan laporan pertama yang menggambarkan Pasukan Jawa dengan senjata api.
Penggunaan tentara asing yang ahli dalam penggunaan senjata api tentu saja menjadi kebutuhan bagi raja-raja Jawa di masa itu. Hal tersebut disebabkan banyaknya konflik dan kebutuhan untuk membangun pasukan yang kuat demi memperluas wilayah atau menyingkirkan rival-rival politik yang mengancam kekuasaannya.
Penulis: Restu Dimas Prasetya dan Durrotul Inayah
Refrensi:
Cortesao, Armando. (2015). Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah Ke Cina & Buku Francisco Rodrigues. Penerbit: Ombak.
Muljana, Slamet. (1983). Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Inti Idayu Press.
Djadjadiningrat, Hoesein. (1983). Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten: Sumbangan Bagi Pengenalan Sifat-sifat Penulisan Sejarah Jawa. Penerbit Djambatan.
Munoz, Paul Michel. Kerajaan-Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara (Jaman Pra Sejarah-Abad XVI).
Hadi, Kuncoro. (2021). Trah Kajoran-Tembayat Dalam Pergolakan Politik Di Keraton Jawa Tengah-Selatan Abad Ke-17 Hingga Abad Ke-19. Makalah dalam Antologi Urip Iku Urub. Penerbit Kompas.
Margana, Sri. (2021). Pandangan Dunia Maritim Masyarakat Agraris Jawa dan Orang-Orang Niaga Eropa Pertama di Istana Mataram, 1558-1646. Makalah dalam Antologi Urip Iku Urub. Penerbit Kompas.
Averoes, Muhammad. (2002). Antara Cerita Dan Sejarah: Meriam Cetbang Majapahit. Jurnal Sejarah. 3(2), 89-100.