PPN Naik, Kebijakan yang Baik Atau Kebijakan yang Mencekik

0
Sumber Gambar: magelangnews.com

        Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai konsumsi barang dan jasa. Baru-baru ini, terjadi polemik di tengah masyarakat perihal kenaikan PPN. Kenaikan PPN ini semula 11% menjadi 12%. Masyarakat dibuat panik karena PPN ini awalnya menargetkan barang-barang mewah yang menjadi konsumsi masyarakat atas. Namun, faktanya segala barang yang awalnya terkena pajak 11%, naik menjadi 12%. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai dari tanggal 1 Januari 2025. 

        Setiap pembelian yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan barang dan jasa akan mengalami kenaikan menjadi 12%. Pemerintah berdalih kenaikan ini dilakukan demi mendorong sumber pendapatan negara. Terdapat beberapa alasan yang membuat pemerintah ngotot untuk menaikan PPN, seperti menurunkan pajak PPh badan dari 22% menjadi 20%, kebijakan pembebasan pajak atau tax amnesty, hingga defisit APBN yang semakin membesar. Membengkaknya APBN ini menjadi tanggungan dari diberlakukannya kebijakan pendongkrak citra atau disebut populis politik, seperti kebijakan makan bergizi gratis (MBG), swasembada pangan, sampai target 3 juta rumah per tahun. Progam-progam yang identik dengan upaya membangun citra baik pemerintah inilah yang memakan dalam jumlah besar APBN hingga menyebabkan pelebaran defisit anggaran.

        Kebijakan kenaikan PPN memicu polemik di tengah daya masyarakat yang belum juga pulih. Penurunan daya beli masyarakat ini dipuci oleh kebiasaan beli pascapandemi dan inflasi yang terjadi di Indonesia. Belanja masyarakat yang masih rendah malah dibebani dengan kenaikan PPN di berbagai sektor konsumsi masyarakat. Sektor yang tidak terkena kenaikan PPN terdiri dari kebutuhan pokok seperti beras, telur, gabah, buah-buahan, dan lain-lain. Sejumlah jasa seperti jasa pendidikan, jasa keuangan, jasa pelayanan sosial, dan jasa angkutan umum darat dan air juga tidak terimbas dengan kenaikan PPN. Selain kategori di atas, elebihnya, konsumsi barang dan jasa akan terkena oleh kebijakan pemerintah yang prematur, misalnya saja pembelian elektronik, baju, dan lain-lain yang dapat berimbas makin turunnya daya beli masyarakat terkait dengan konsumsi barang yang masih rendah.

        Kebijakan menaikan PPN ini dinilai menjadi kebijakan prematur yang dilakukan pemerintah dalam mendongkrak sumber pendapatan negara. Termakannya APBN dalam jumlah besar yang merupakan imbas dari kebijakan yang tidak dilihat secara mendalam. Kebijakan ini seharusnya mementingkan segala sektor kepetingan rakyat tanpa mengorbankan kepentingan rakyat lainnya sehingga tidak terjadi pengorbanan pada sektor lainnya yang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Adanya kenaikan PPN ini perlu ditinjau ulang bersama dengan kebijakan lainnya dengan berdasar pada kepentingan rakyat. Kebijakan ini haruslah menjadi kebijakan yang baik bagi rakyat, bukan malah menjadi kebijakan yang mencekik masayarakat.

Penulis: Ayu Puspita

Editor: Naura Maulika


Tags

Posting Komentar

0Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman anda! Learn More
Accept !